Dialog Publik Bersama WWF Indonesia, Pemkab Tebo Dukung Pembangunan Berkelanjutan di Kawasan Hutan

TEBO, KOPASJAMBI.COM – Dialog publik yang digelar Pemerintah Kabupaten Tebo bersama dengan WWF Indonesia kali ini mengusung tema “Dialog Pembangunan Berkelanjutan: Kolaborasi Para Pihak Terhadap Praktik Baik Masyarakat Sekitar Hutan di Bentangan Bukit Tigapuluh Kabupaten Tebo”.

Adanya agenda dialog publik ini sebagai sarana bagi para pihak termaksud CSO/CBO (kelompok Masyarakat baik petani petani dan Guru untuk berbagi informasi dan pengalaman terkait praktik baik dalam mempromosikan pembangunan ekonomi hijau dan pendidikan berkelanjutan.
Dalam kesempatan ini, Joko Ardiawan selaku Setda Kabupaten Tebo memberikan apresiasi kepada WWF Indonesia dalam berkontribusi untuk mendorong Pembangunan keberlanjutan di Kabupaten Tebo. Pihaknya juga menyampaikan bahwa peran berbagai pihak sangat penting untuk mengatasi isu deforestasi yang masih menjadi ancaman bagi Kabupaten Tebo.

“Praktik baik yang sudah dilakukan ini harus kita gaungkan dan kita promosikan untuk menjadi inspirasi di tempat lain. Pendekatan penguatan lokal menjadi sangat penting dalam melakukan program yang ada di Tebo, untuk identitas masyarakat Kabupaten Tebo ini,” tegasnya.

Ketahanan keluarga sangat penting untuk mengatasi ancaman terhadap kesejahteraan masyarakat dan ketidakberdayaan lingkungan. Meningkatkan kesejahteraan petani karet adalah salah satu upaya penting WWF Indonesia untuk meningkatkan ketahanan keluarga. Melalui pelatihan dan pendampingan, WWF Indonesia berupaya meningkatkan kualitas dan produktivitas karet, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani dan memperkuat ketahanan ekonomi keluarga mereka.

Menurut Budi Ardiansyah, Ketua Kelompok Tani Karet Maju Bersama Desa Muara Sekalo, pemahaman mereka tentang bertani karet saat ini lebih fokus pada saling daripada berat.

“Dulu kami menjual karet hanya berpatok pada berat, sehingga kami tidak mendapatkan harga yang baik. Sekarang kami mendapatkan pembelajaran dari berbagai pelatihan termasuk tidak perlu menderes setiap hari dan plat deres biasanya sampai enam plat sekarang cukup satu saja karena itu malah melukai batang karet,” jelasnya sebagai pemapar cerita baik yang dilakukan petani karet di 3 Desa dampingan WWF, Desa Muaro Sekalo, Suo-suo dan Desa Semambu.

Karet masih menjadi komoditi andalan Provinsi Jambi , Joko Ardiawan bilang bahwa melalui kegiatan pelepasan komoditi ekspor Provinsi Jambi yang baru-baru ini dilakukan, nilai ekspor dari karet mencapai 6,2 milir dari total nilai ekspor 7,2 miliar . Komoditi lainnya meliputi pinang dan kayu meranti.

Upaya Mengatasi Persoalan Ekonomi Melalui UPPB

Potensi yang ada ini berbanding terbalik dengan harga yang diterima petani. Di petani, harga karet masih rendah. Petani tidak mendapatkan harga yang baik karena monopoli penjualan toke dan ketidakterbukaan informasi harga.

Untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh Unit Pengelolaan dan Pemasaran Bokar (UPPB) di Desa Semambu dan Suo-Suo, kelompok tani ini sepakat untuk mengubah wadah UPPB menjadi sistem pemasaran bersama. Petani karet dapat menjual karet mereka dengan harga yang lebih baik karena UPP ini berfungsi sebagai tempat mengumpulkan dan memasarkan karet . Untuk memperkuat posisi tawar petani dalam penjualan karet, WWF Indonesia juga mendorong pembentukan forum petani.

Budi bercerita di beberapa bulan lalu mereka sudah melakukan penjualan bersama melalui UPBB dan mendapatkan harga yang baik. “Selisihnya Rp 2.000/kilo gram, setelah dikurangi dengan biaya pengiriman. Selisih ini sangat membantu petani, sehingga terus bertahan dengan kebun karetnya. Sekarang jumlah petani karet semakin berkurang, karena banyak yang beralih menanam kelapa sawit.

Untuk menambah penghasilan dan memenuhi kebutuhan gizi keluarga, istri-istri petani kini menanam sayur di pekarangan rumah mereka. Robiah, kelompok petani organik Harapan Makmur di Desa Semambu, mengaku dapat menghemat hingga dua puluh ribu rupiah setiap hari untuk membeli sayur karena mereka memiliki tanaman sayur di sekitar rumah mereka. Mereka berinisiatif membentuk kelompok setelah menyadari penghitungan kebutuhan rumah tangga melalui pelatihan literasi keuangan keluarga.

“Ternyata banyak pengeluaran dari belanja kebutuhan sehari-hari diantaranya untuk sayur, cabai,dan tomat. Dengan menanam sayur sendiri di pekarangan rumah kami terbantu, dan kebun kelompok juga sudah mendapatkan penghasilan dari penjualan sayur,” katanya.

Pendidikan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan

Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, pendidikan sangatlah penting. Hasilnya, 76 pendidik di tujuh lembaga pendidikan di tiga desa tersebut menerima pelatihan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (ESD). Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk meningkatkan kemampuan guru untuk memasukkan masalah lingkungan hidup ke dalam proses pembelajaran. Hasilnya adalah siswa lebih sadar akan masalah lingkungan dan lebih termotivasi untuk berpartisipasi dalam kegiatan pelestarian lingkungan . Dengan SK Bupati nomor 370 tahun 2019, PLH diresmikan sebagai pelajaran muatan lokal di Kabupaten Tebo.

SDN 067 Desa Muara Sekalo menjadi contoh dalam penerapan baik ESD, dimana selain pemahaman mata pelajaran PLH tapi juga mendorong perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, nilai – nilai dan sikap yang membentuk budaya atau kebiasaan untuk memungkinkan masyarakat yang lebih berkelanjutan (memiliki kesiapan untuk tantangan kehidupan dimasa yang akan datang).
Sarjoni bercerita bagaimana sekolahnya menjadi basis solusi dengan mengajak partisipati warga dan lingkungan sekolah mengintegrasikan isu lingkungan dan budaya yang ada di sekitar sekolah.

“Partisipasi masyarakat ini juga dimulai dalam forum komunitas berbasis sekolah. Kami tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga membangun kebiasaan dan nilai-nilai yang mendukung keberlanjutan. Dari sekolah untuk perubahan sosial yang lebih baik,” jelasnya.

Kegiatan ini juga diukur melalui survei ESD. Hasilnya menunjukkan peningkatan pengetahuan, sikap, dan praktik lebih dari 60% guru yang dilatih.
WWF Indonesia berharap program ini dapat memberikan dampak positif yang nyata bagi masyarakat, meningkatkan pendapatan petani karet, meningkatkan kesadaran lingkungan hidup, dan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pelestarian lingkungan. Untuk memastikan keberhasilan program, Yayasan WWF Indonesia melibatkan para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah melalui Kelompok Kerja Teknis (Technical WorkingGroup/TWG). Pembentukan Komite Pengarah dan Kelompok Kerja Pembangunan Hijau melalui SK Bupati No. 632 Tahun 2024. Inisiatif ini menjadi model kolaborasi inklusif yang melibatkan berbagai pihak, termasuk sektor swasta dalam TWG, untuk berpartisipasi secara sinergis. Heru Purnomo, S.E Kabag SDA Setda Kabupaten Tebo selaku Ketua TWG menyebutkan adanya dorongan program-program pemerintah daerah tidak hanya berfokus pada solusi atas kendala dan tantangan di tingkat tapak, tetapi juga mendorong dampak yang lebih luas, memberikan manfaat bagi komunitas sekitar hutan, serta mengembangkan pembelajaran dan praktik terbaik.

“Pembelajaran baik dari seminar ini kita harapkan ada dukungan implementasi Rencana Tindak Lanjut TWG (Kelompok Kerja Teknis) Pembangunan Hijau, melalui program sinergis terhadap dokumen Rencana Pembangunan,” jelasnya.

Pendekatan kolaboratif ini bertujuan mengadvokasi berbagai kendala, termasuk konversi lahan karet ke sawit yang semakin masif.
Nazli Herimsyah Project Executant WWF Indonesia Landscape Bukit Tigapuluh menegaskan pentingnya kontribusi inklusif semua pihak dalam mendorong pembangunan berkelanjutan. “Jika upaya ini tidak dilakukan bersama-sama, kita menghadapi risiko serius terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan di masa depan,” tutupnya.

Sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat menjadi kunci dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Komentar