TEBO, KOPASJAMBI.COM – Potensi besar yang dimiliki oleh para petani karet di daerah Bukit Tiga Puluh, Kabupaten Tebo ini sangat perlu perhatian dan dukungan dari seluruh stakeholder terkait. Diketahui bersama bahwa karet masih menjadi devisa nomor 3 di Indonesia, sehingga isu-isu yang ada dilapangan masih sangat layak untuk diperjuangkan bersama.
WWF Indonesia menyadari potensi besar yang ada ini, dan menjadikan Landskape Bukit Tiga Puluh di Tebo ini menjadi salah satu prioritasnya dalam konversi. Nazli Herimsyah, Project Executant Landscape Bukit Tigapuluh WWF Indonesia menyampaikan bahwa maraknya konversi tanaman lain dalam hal ini sawit, menjadi sebuah tantangan baru. Tidak hanya bagi ekonomi, namun juga berdampak pada lingkungan yang akan membuka peluang besar untuk terjadinya interaksi negatif.
“Di Kabupaten Tebo ini, Landskape Bukit Tiga Puluh ini merupakan salah satu prioritasnya kerja-kerja WWF untuk konversi. Memilih karet, yang pertama ini menjadi komoditi awal yang dikenal oleh masyarakat. Kemudian maraknya konversi tanaman lain itu menjadi tantangan, tidak hanya sektor ekonomi juga dari konversi itu sendiri, dari lingkungan itu sendiri. Kita bisa bayangkan jika karet yang ada semua terkonversi, bukan lahan yang begitu besar, walaupun dikonversi tanaman lain. Maka interaksi negatif itu akan memungkinkan lebih terjadi di masyarakat,” ujar Nazli.
“Yang menjadi persoalan kemudian adalah bagaimana karet dapat menjadi komoditi yang menopang kehidupan mereka. Sejauh ini bahwa karet masih menjadi devisa nomor 3 di negara kita. Artinya ini masih menjadi potensi yang layak untuk diperjuangkan selain isu-isu lingkungan,” sambungnya.
Sehingga, tantangan yang akan dihadapi kedepannya ini memerlukan pemahaman dari seluruh warga yang ada di Tebo ini. Terutama pemahaman terkait dengan interaksi negatif yang akan muncul apabila terjadinya konservasi dengan tanaman lain, dan tidak menutup kemungkinan akan mempengaruhi perubahan iklim yang ada.
“Tantangan kedepan adalah persaingan dengan komoditi lain. Dan ini berhubungan dengan pemahaman mereka sendiri, bagaimana karet mampu untuk menunjang pendapatan juga bisa memiliki pemahaman bahwa interaksi negatif itu akan muncul apabila terjadi konversi dengan tanaman-tanaman lain,” kata Nazli Herimsyah.
“Ditambah juga itu akan mempercetus perubahan iklim. Perubahan iklim ini juga akan berdampak, kalau dulu petani akan mengatakan jap tapi kalau sekarang gugur daun juga menjadi sebuah tantangan. Namun memang belum ada data scientisnya, dan kedepannya akan terus dilihat apakah gugur daun yang terus menerus ini merupakan dari perubahan iklim,” lanjutnya.
BACA JUGA: Perjuangan Petani Karet di Kabupaten Tebo: Bertahan Diantara Sawit dan Gajah
Selain peluang interaksi negatif yang akan terjadi, harga jual dari getah karet juga menjadi kendala yang jelas dirasakan. Untuk mengatasi permasalahan ketimpangan harga yang dirasakan oleh para petani karet di Tebo, terutama dengan akses yang terbatas dari segi transparansi harga, infrastruktur, dan transportasi petani karet membawa getahnya langsung ke pabrik. Kemudian WWF Indonesia berkolaborasi dengan pihak Pemerintah Kabupaten Tebo, hingga ke pemerintah desa yang desanya menjadi dampingan dari WWF Indonesia melalui UPPB.
Diharapkan UPPB ini akan menjadi linking market, yang menghubungkan para kelompok tani satu sama lain dan melakukan penjualan bersama. Sehingga hal ini dapat membantu para petani karet dalam mendapatkan harga jual yang lebih baik.
“Bahwa masyarakat kita disini yang berada dengan akses yang terbatas, terutama dari sisi transparansi harga kemudian infrastruktur untuk transportasi untuk bisa bawa kesana (pabrik). ini yang membuat daya saing atau nilai tawar mereka menjadi rendah,” tambahnya.
“Strategi kita adalah bagaimana men-Link kan antara satu kelompok dengan kelompok lain melalui pemasaran bersama, sehingga kita melihat ada peluang yang dapat dikolaborasi dengan pemerintahan melalui UPPB-UPPB. UPPB-UPPB ini buah cikal bakal untuk linking market. Harapannya seperti itu,” tutupnya.
Kolaborasi melalui UPPB ini telah terlihat di Desa Semambu. Pemerintah Desa Semambu bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), yang kedepannya Bumdes akan mengembangkan unit-unit baru salah satunya melalui para petani karet yang ada di Desa Semambu.
Bumdes ini juga akan membantu para petani karet dalam penyediaan pupuk bagi petani karet, dan melakukan kerja sama dengan pihak perusahaan. Selain itu, Pemerintah Desa Semambu berkolaborasi dengan Bumdes untuk menampung hasil dari petani karet yang ada di desa dengan memberikan harga jual yang cukup. Sehingga nantinya dapat membantu meningkatkan perekonomian petani karet di Desa Semambu.
“Kami dari pemerintah desa berupaya bagaimana meningkatkan hasil petani karet ini untuk lebih baik dari sebelumnya. Salah satunya melalui UUPB ini, salah satu wadah yang nanti bisa untuk mengembangkan hasil dari pada petani masyarakat desa kami dalam hal ini petani karet supaya meningkat hasil yang mereka dapatkan,” tutur Herianto, Kepala Desa Semambu.
“Saat ini Bumdes bergerak di bidang ada unit-unit usaha yang kami bangun yaitu salah satunya penyediaan pupuk dan lain sebagainya, kerja sama dengan pihak ketiga terutama perusahaan. Dari pemerintah desa akan bersama-sama berkolaborasi bagaimana nanti desa dan Bumdes ini bisa menampung hasil dari petani karet yang ada di desa dengan harga jual yang cukup sehingga bisa meningkatkan perekonomian masyarakat yang ada di desa,” lanjutnya.
BACA JUGA: Belajar Menjaga Alam, Belajar Mengurangi Dampak Pemanasan Global
Selanjutnya dari pihak WWF Indonesia juga menyampaikan bahwa UPPB ini merupakan inisiatif kolaborasi bersama untuk mendukung program Dinas Perkebunan. Dimana pihak WWF mendukung kegiatan ini dengan membangun gedung UPPB, yang lahannya merupakan hibah dari Pemerintah Desa Semambu.
“Ini adalah UPPB, salah satu UPPB yang telah disupport oleh WWF terhadap kegiatan-kegiatan kelompok untuk pemasaran bersama yang dilakukan selama ini. Tentunya UPPB ini merupakan inisiatif kolaborasi bersama untuk mendukung program Dinas Perkebunan. Jadi sebenarnya UPPB ini program dari Dinas Perkebunan, kemudian WWF mensupport, mendukung kegiatan tersebut dengan membangun gedung UPPB. Sedangkan dinas perkebunan sendiri, membantu terkait registrasi UPPB ini sendiri,” jelas Sapwan, Livelihood Officer WWF Indonesia.
“Kemudian untuk bangunannya sendiri kita berkolaborasi dengan pemerintah semambu, dimana untuk lahan atau lokasi pembangunan ini sendiri merupakan hibah dari desa yang berukuran 20×40 meter,” tambahnya.
Meski saat ini kendala yang dihadapi oleh para petani adalah jumlah hasil karet yang masih kurang, sehingga melalui gedung UPPB ini, diharapkan agar dapat digunakan sebagai wadah untuk diskusi antar kelompok dalam penjualan bersama dan juga dalam menghubungkan beberapa kelompok untuk dapat memenuhi jumlah karet yang masih kurang nantinya.
“Kemudian terkait UPPB ini nanti akan dilakukan sebagai tempat musyawarah bersama, diskusi bersama kelompok dalam penjualan bersama karet khususnya di desa semambu. Kemudian harapannya dari pembangunan ini akan dilakukan untuk kegiatan kelompok untuk melakukan penjualan bersama,” ujar Sapwan.
“Tantangan kendala yang dihadapi saat ini adalah kuota atau jumlah karet itu sendiri yang masih kurang. Sehingga melalui UPPB ini kita menconnectingkan beberapa kelompok, sehingga mereka bisa menjual karetnya melalui UPPB ini. Dan kalau memang masih kurang nanti kuotanya, bisa kita menconnectingkan dengan desa-desa yang lain seperti desa Suo-Suo dan desa lainnya yang menjadi dampingan WWF,” tutupnya.
BACA JUGA: Ketahanan Pangan Kunci Pembangunan Daerah Muara Sekalo
Melihat kondisi lapangan para petani karet yang ada di Kabupeten Tebo ini, kolaborasi antar stakeholder menjadi salah satu solusi untuk permasalahan yang ada. Diperlukan komitmen dari setiap instansi untuk mempertahankan program-program yang telah berjalan.
Kemajuan ekonomi suatu daerah juga didukung oleh kesejahteraan masyarakatnya. Dan dukungan bagi seluruh masyarakat dalam suatu wilayah harus dioptimalkan untuk mencapai perekonomian daerah Tebo yang lebih baik, yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah, dinas terkait dan juga para pihak ketiga.
Komentar